InfoKalimantan – Seiring perkembangan, AI mulai menunjukkan kemampuan yang lebih luar biasa.
Menurut artikel dari Britannica, penelitian mengenai kecerdasan buatan (AI) pertama kali dimulai pada tahun 1950 oleh Alan Turing.
Dia adalah seorang ahli matematika dan Ilmu Komputer asal Inggris yang memperkenalkan Uji Turing.
Uji ini bertujuan untuk menentukan apakah sebuah mesin dapat berpikir layaknya manusia.
Ini menjadi awal penting bagi pengembangan AI, mengarahkan para ilmuwan untuk mengeksplorasi apakah mesin bisa menjalankan tugas-tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia.
Kemajuan signifikan terjadi pada tahun 1956 dalam Konferensi Dartmouth, yang dianggap sebagai titik awal dari bidang kecerdasan buatan.
Para peneliti berkumpul dengan ambisi ingin membuat mesin yang mampu melakukan tugas-tugas yang membutuhkan pengetahuan dan kecerdasan setara dengan manusia.
Pada masa ini, penelitian AI fokus pada tugas-tugas tingkat ahli, seperti bermain catur, permainan lainnya, serta integrasi simbolik.
Salah satu program penting yang dikembangkan di era ini adalah SAINT, yang dikembangkan di Lawrence Livermore National Laboratory.
Penelitian kecerdasan buatan mengalami kemajuan pesat pada pertengahan 1960-an, didorong oleh pendanaan dari pemerintah.
Dirujuk dari Cio Women Magazine, program-program awal AI seperti ELIZA dan Parry mampu mensimulasikan percakapan dengan manusia.
ELIZA, yang dikembangkan oleh Joseph Weizenbaum pada tahun 1966, menjadi salah satu AI pertama yang bisa memproses bahasa alami.
Keberhasilan ELIZA menandai tonggak penting dalam inovasi teknologi, menunjukkan bahwa mesin dapat meniru dialog manusia.
Namun, gelombang besar ini melambat pada pertengahan 1970-an, disebabkan oleh keterbatasan teknologi dan ekspektasi yang belum terwujud.
Meskipun begitu, penurunan tersebut tidak berlangsung lama.
Pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, penelitian AI kembali bangkit.
Ada kemajuan besar dalam jaringan saraf tiruan (neural networks) dan pembelajaran mendalam mengubah wajah AI.
Berkat teknologi ini muncul solusi yang lebih detail dan kemajuan dalam pembelajaran mesin (machine learning) serta pembelajaran mendalam (deep learning).
Perkembangan tersebut mendorong revolusi di berbagai industri, mulai dari teknologi informasi hingga kesehatan.
Namun, seiring dengan kemajuan AI, muncul pula berbagai pertimbangan etis.
Isu-isu seperti privasi, penggantian pekerjaan manusia oleh mesin, serta proses pengambilan keputusan yang dilakukan AI, menjadi perhatian utama.
Teknologi yang semakin canggih ini membawa tantangan besar dalam hal regulasi dan pengelolaannya di tengah masyarakat.
Secara keseluruhan, perjalanan penelitian kecerdasan buatan dimulai dari mimpi para ilmuwan untuk membuat mesin yang bisa berpikir seperti manusia hingga menjadi kenyataan yang membawa banyak manfaat sekaligus tantangan.
Kini, AI terus berkembang dengan pesat, membentuk masa depan teknologi dengan inovasi yang sebelumnya hanya bisa dibayangkan.***